Cantik. Itulah satu kata yang selalu terpintas di pikiran Kahar ketika perempuan bernama Titik Soemirah itu lewat. Bukan hanya Kahar, satu kampungpun akan setuju dengan apa yang dipikirkan Kahar. Ya, perempuan itu memang cantik. Setiap pemuda ingin meminangnya, siapa pula yang tidak tertarik perempuan secantik itu.

“Jika nanti ku rasa sudah semakin dekatnya aku dengan gelap karena semakin susahnya engkau ku tatap. Maka surat dengan tanda titik di akhir kalimat akan sampai ditanganmu. Di saat itu pulalah engkau ku lepaskan. Juga lepaskanlah aku.” – Soeratman

"Sekian presentasi dari saya, saya harapkan Bapak dan Ibu dapat mempertimbangkan penawaran dari kami. Kami sangat berharap dapat bekerja sama dengan Bapak dan Ibu. Terimakasih", suara telepon berbunyi, "Kring Kring Kring", "Halo Ibu, Adit lagi ada meeting sekarang, nanti Adit telepon Ibu lagi ya", "Dit, Nak", "Klek". Suara telepon tertutup.

"BRAKKKKKK!!!", "Hahahahaha.. Parah lu! Ancur tuh liat!", "Anjir gw ga maksud ampe ngancurin meja! Gimana nih?!", "Hahahahaha…. Mampus lu!". Kegaduhan bergema di satu kelas, kelas 2C di SMAN Jakarta. "Pasti Bram ya? Pasti dia." Celetuk Gadis, anak perempuan kelas 2C yang memiliki rambut panjang ikal dan suka memakai bandana di kepalanya, setiap hari dia menggunakan warna bandana yang berbeda, yang disesuaikan dengan mood nya.

“Ayah, aku… suka dia”

Sudah genap satu pekan sejak anak gadisku mencurahkan isi hatinya, dan kata-kata itu masih menggema di pikiranku. Mungkin ini kali pertamanya ia merasakan jatuh cinta.

“Mas Haidar, udah siap belum? Ayo buruan keburu telat kita. Aku gak mau ketinggalan kajian Ustadz Zainullah lagi,” ucap Fawwaz pada seniornya itu.  

“Bismillah, siap. Ayo berangkat,” jawab Haidar.

“Keluar lo!” Seruku pada siapapun yang baru saja menerobos masuk kedalam ruangan khusus milikku tanpa melihat siapa yang datang.