terus…
Teruslah menari.
jangan biarkan panggung ini dijeda sepi
karena nyawa kita adalah tepukan tangan dan imajinasi yang berkelana bersama serenada.
beratus deret kursi tidak pernah lagi diduduki.
pertunjukan kita sudah tidak diminati, namun jiwa masih saja haus menghentakkan kaki dan jemari.
Terakhir sambutan adalah lemparan telur busuk dan caci maki. Sempat aku bertanya, ada apa dengan sandiwara ini? kenapa semuanya mendadak kering dan kerontang dari gelitik kekaguman..?
dari belakang panggung mari kita berlutut.. sibakkan layar dari jala laba-laba dan debu.
meski jiwa kita diacuhkan bahkan oleh sepasang mata, kita tidak usah perduli. Mari kita lanjutkan menari. Dan jika kelak kaki kita terperosok menginjak papan panggung aus, kita jadikan saja sebuah lelucon konyol sebagai intermezzo dari sakitnya menjadi tidak dianggap.