Bagi pecinta fotografi, pandemi bukanlah suatu penghalang untuk terus berkarya. Terutama bagi Ghania Ararinda atau biasa dipanggil Ara yang notabene dari kecil nggak bisa lepas dari yang namanya kamera. Bagi Ara, kamera sudah seperti jiwa di hidupnya. Kalau kalian bilang ‘alay’ Ara nggak akan peduli, karena itulah yang memang Ia rasakan.
Lain halnya dengan Hilda Donabella atau biasa dipanggil Dona, sahabat baik Ara yang sangat percaya diri. Kalau Ara suka dibelakang kamera, sedangkan Dona lebih suka di depan kamera. Dari sinilah mereka memiliki kecocokan yang jika digabungkan menjadi satu akan menghasilkan sebuah karya.
“huft, kapan si pandeminya berakhir! Bosen banget dirumah, masa iya kita virtual terus gini fotonya, gabisa ketemu cowok dong!!” ujar Dona dengan kesal di seberang telfon. Sudah 1 jam yang lalu Ara dan Dona melakukan Virtual Photograph.
“halah, pikiran lu cowo terus. Udah punya cowo masih aja kemana-mana lu.“ jawab Ara dengan heran akan kelakuan sahabatnya yang selalu nggak tahan kalo melihat cowok ganteng dikit.
“bukannya kemana-mana si raaa, cuci mata aja biar ga bosen kalo liat pacar terus, wkwkkw” sanggah Dona tak mau kalah. Ara yang sudah menduga jawaban Dona, tidak peduli lagi dan mengalihkan topik pembicaraan. Karena jika diteruskan, Dona akan melakukan pembelaan dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal dan itu membuat Ara malas dengannya.
“apa kata lu aja dah, by the way, lu udah boleh keluar nggak sama orang tua lu? Besok gue mau hunting, siapa tau lu mau ikut.” ajak Ara walaupun tau kalau Dona nggak bakal bisa ikut karena orang tuanya yang sangat parno dengan pandemi.
Setelah jawaban tidak dari Dona, Ara memutus sambungan telfonnya dan mulai membersihkan kamera Canon 7D kesayangannya untuk digunakan hunting besok. Dengan perlahan Ia membuka lensa nya, kemudian Ia mulai membersihkan bagian dalam kamera dan juga bagian dalam lensa. Ara memperlakukan kameranya bak kesayangan sampai-sampai jika tergores sedikit saja Ia akan marah.
Keesokan harinya, Ara bangun sangat pagi karena Ia ingin mengabadikan sibuknya jalanan Ibu Kota dengan kameranya sekaligus menghirup udara segar. Ara menyusuri jalanan yang masih lenggang dengan sesekali memotret sekitar. Hingga tak terasa sudah 15 menit Ia berjalan, Ia pun memutuskan untuk istirahat di taman yang ada disana.
Sembari istirahat, Ia melihat hasil potret-an nya selama Ia berjalan. Ada 1 foto yang menarik perhatiannya, foto dimana ada seorang laki-laki sedang menolong seorang nenek yang ingin menyebrang jalan. Terlihat seperti foto biasa, namun ada yang aneh di dalam foto tersebut. Sudah lama Ia tidak pernah gagal dalam memotret sesuatu dan ini merupakan foto pertamanya yang kehilangan titik fokus, bukan yang benar-benar blur, foto ini hanya kurang 0,1 inch menuju titik fokus. Ara pun tidak sadar kapan Ia memotret momen tersebut.
“aneh, kapan gue motret ini. Sayang banget tinggal diputer dikit udah fokus ini foto. Perasaan tadi gaada ketemu cowok sama nenek-nenek deh. Ah mungkin gue lupa, bodoamatlah.” Ujar Ara yang masih heran namun memutuskan untuk tidak ambil pusing.
Setelah bosan, Ara melanjutkan jalan-jalannya hingga sampai di café pagi favoritnya. Café minimalis dengan tidak banyak ornament, namun mampu membuat orang yang melihatnya dari luar tertarik untuk masuk. Ia memutuskan untuk membeli secangkir kopi untuk menenangkan pikirannya dan melepas lelah.
“Hey raaa, lama ga kesini lu. biar gue tebak pasti mau order caramel machiato less sugar kan? haha” ujar barista disana yang tentunya sudah hafal dengan pesanan Ara.
“hahaha, of course, kaya biasa dong. Iya bang, gimana lagi pandemi.” Balas Ara menyetujui ucapan barista itu.
Sambil menunggu pesanan kopi, Ara mengedarkan pandangan keluar jendela. Ia memperhatikan jalanan Jakarta yang mulai penuh dengan kendaraan. Sampai tiba-tiba Ia sangat terkejut, padangannya tertuju hanya pada 1 titik fokus yang sempat menghilang sebelumnya. Titik fokus yang tidak dapat Ia temukan kini terpampang jelas di depan matanya. Iya, momen yang ada di foto itu benar-benar terjadi. Itulah mengapa Ara merasa tidak pernah memotret momen tersebut.
Ia segera mengeluarkan kamera dan mencocokkan foto tadi dengan momen yang ada di depannya. Sampai pada pose yang sama dengan di foto, seketika foto itu hilang dari kameranya. Bahkan sekeras apapun Ara mencoba mencari foto itu, tetap tidak ada di kameranya.
Ara yang masih terkejut dengan fenomena tadi tak beregeming di tempat, hingga tak menyadari bahwa barista sudah memanggil namanya 3x. Bahkan sampai si barista menepuk pundak Ara berkali-kali karena melihat tingkah Ara yang cukup aneh. Namun karena bukan hanya Ara yang harus Ia layani, si barista pun kembali bekerja dan membiarkan Ara dengan segala keanehannya.
Ara yang akhirnya tersadar segera keluar dari café tanpa meminum pesanannya dan mengabaikan si barista yang memanggilnya. Ia berlari kerumah dan ingin menceritakan ke Dona tentang apa yang baru saja Ia alami.
Sesampainya di rumah, Ara menceritakan semua yang Ia alami ke sahabat baiknya, Dona.
“Donaaaaa, gue abis ngalamin kejadian aneh. Seumur hidup baru ini gue ngalamin hal kayak gitu. Kayaknya kalo gue cerita lu ga bakal percaya juga. Huh.” Ujar Ara tanpa penjelasan detail.
“Eyyy kenapa nih? Tumben lu cerita menggebu-gebu, biasa juga gue yang begitu. Coba jelasin pelan-pelan deh.” balas Dona yang lagi asik mewarnai kukunya.
“jadi gini Dona, gue tadi lagi jalan kan, biasalah foto-foto jalanan gitu, nah gue capek kan, akhirnya istirahat di taman deket café yang biasa kita kesana. Sambil istirahat gue liat-liat hasil fotonya, eh tiba-tiba ada 1 foto yang blur.” Jelas Ara yang langsung dipotong oleh Dona di seberang telepon.
“HA? Sejak kapan fotografer handal kaya lu ngga fokus hasilnya!” jawab Dona terkejut.
“Nah, itu awal dari semua kejadian yang gue alami don. Belum selesai gue cerita. Kebiasaan deh suka potong omongan!” jawab Ara dengan kesal.
“Oke-oke lanjutin. Ya maaf raa hehehe.” Ujar Dona tanpa rasa bersalah.
Setelah itu Ara menjelaskan semua kejadian yang tadi Ia alami ke Dona. Benar dugaan Ara, Dona nggak percaya dengan semua yang diceritakan Ara. Dona mengira Ara kurang tidur sehingga Ia mengalami halusinasi. Ara yang bersikeras menjelaskan kalau dia nggak halu dan memang benar adanya kalau dia mengalami hal tersebut pun memaksa Dona untuk ikut besok hunting foto lagi. Dona yang masih mengira Ara halu pun akhirnya menyetujui ajakan Ara karena sebenarnya Ia juga penasaran jika memang Ara benar.
Keesokan harinya, mereka hunting foto menyusuri jalan yang sama dengan kemarin. Karena sekarang bersama Dona, jadi sesekali Ia memotret Dona. Sampai di taman yang kemarin, Ia melihat semua hasil fotonya bersama Dona, namun tak ada satupun foto yang blur atau aneh menurutnya. Sehingga Dona pun tak percaya dengan ucapan Ara kemarin, dan meyakinkan Ara kalau Ia hanya halusinasi. Akhirnya mereka memutuskan ke café yang kemarin karena memang sepertinya Ara membutuhkan kopi saat ini.
Sesampainya di café, Ara disambut hangat oleh si barista, tidak ada yang aneh sampai si barista menyapa dengan sapaan yang sama dengan yang kemarin. Padahal ini hari kedua Ia ke café ini setelah sekian lama Ia tidak kesana.
“Loh bang? Kan baru kemarin aku kesini, masa lupa si.” Ujar Ara yang berusaha santai tidak menunjukkan kebingungan yang Ia rasakan.
“ha? Nggak ada tuh lu kesini. Dari pagi sampe malem gue jaga terus, kebetulan kemarin yang shift sore gamasuk. Makanya gue tau lu nggak kesini ra. Dalam mimpi kali ra, atau lu kangen sama gue hahaha” jawab si barista dengan santai.
Ara yang mulai merasa aneh memutuskan untuk mengiyakan ucapan si barista agar cepat selesai. Karena Ia tahu percuma menjelaskan, semua orang tidak akan percaya. Akhirnya Ia memutuskan untuk mencari tahu sendiri apa yang terjadi padanya. Bagaimana bisa kejadian kemarin seolah Ia berpindah titik tanpa meninggalkan bukti apapun yang bisa menjelaskan.
Keesokan harinya, Ara mulai berjalan menyusuri jalan yang sama tanpa memotret apapun. Ia hanya melihat titik fokus di kameranya. Ia memperhatikan fokus kameranya karena hanya itu yang bisa menjelaskan semuanya. Ketika titik fokus itu hilang, itulah saat dimana Ia merasa aneh. Ia tidak memotret apapun, namun ada 1 foto yang ada di kamera tersebut. Seperti dugaan Ara, foto itu tanpa titik fokus, seperti foto sebelumnya. Yang Ia lihat di foto itu, seorang lelaki yang terlihat seperti lelaki pada foto sebelumnya. Namun Ara tidak yakin karena memang fotonya masih tanpa titik fokus.
Kemudian Ia berjalan pulang menuju rumahnya, dan Ia tersadar akan suatu hal. Ia mulai berfikir apakah ini dunianya atau ini hanya halusinasi saja. Karena Ara sudah terlalu lelah Ia tak ambil pusing dan langsung melanjutkan perjalanan menuju rumahnya. Meskipun sebenarnya rasa penasarannya lebih besar.
Sesampainya dirumah, Ara bimbang antara masuk atau memecahkan teka-teki ini. Namun akhirnya Ia memutuskan untuk keluar menuju rumah Dona. Ia menelfon Dona untuk memastikan Dona dirumah atau tidak.
“Donaa, dirumah nggak? Gue kesana ya?” tanya Ara setelah telfon terhubung. Di seberang sana Dona sedang menonton film favoritnya.
“Iya sini aja, kebetulan banget ra, gue lagi nonton Money Heist nih, yang waktu itu mau kita tonton.” Jawab Dona dengan antusias, karena memang Dona lebih suka nonton bersama dari pada sendirian.
“ihhhh seruu, okedeh, by the way, lu ada nitip ngga?” tanya Ara yang sejenak lupa akan masalah yang Ia hadapi.
“Nitip macaroni ngehe ra!!” jawab Dona dengan antusias, karena memang itu snack favorit kita berdua. Setelah mengiyakan ucapan Dona, Ara memutus sambungan telfonnya dan langsung menuju rumah Dona.
Belum sampai di rumah Dona, Ara dikejutkan oleh potret foto yang tadi, sekarang tepat ada di hadapannya. Titik fokus yang semu kembali terlihat jelas. Beserta gambar itu menghilang tepat setelah seluruh titik fokus telah kembali dengan sempurna.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Ara menghampiri lelaki tersebut dan bertanya mengenai kejadian yang Ia alami.
“Permisi kak, saya Ara, mau tanya kalo boleh tahu anda siapa ya?” tanya Ara dengan sopan dan tidak menunjukkan kecurigaan.
“Arka.” Jawab laki-laki tadi dengan cuek dan terkesan dingin. Setelah Ara mendengar respon dari dia yang cuek dan dingin itu, Ara merasa sangat kesal. Karena Ia berusaha untuk berperilaku baik namun balasannya malah dingin. Tapi, karena Ara ingin tahu kenapa bisa dia ada di kameranya 2x, Ia menahan emosinya.
“jadi gini ya arka, to the point aja lah. Saya sudah 2 hari mendapat foto mu di kameraku tanpa pernah saya bertemu denganmu. Dan itu foto ada, sebelum kejadiannya terjadi. Makanya saya nanya kamu ini siapa?” tutur Ara dengan sedikit kesal namun masih dengan menahan emosi.
“gue gapaham maksud lo. Dan gausa ganggu gue, orang aneh. ” Jawab Arka dengan singkat, padat dan jelas. Ara yang mendengar jawaban itu sudah tidak bisa menahan emosinya lagi, Dia kesal sekali dengan laki-laki berdarah dingin ini yaitu Arka.
“Eh, gue nanya baik-baik ya, karena ini aneh banget, masa kamera gue nangkep lu dengan posisi kaya tadi, padahal kita barusan ketemu ini tadi. Intinya gue punya foto lu sebelum lu ngejalanin hal yang ada di foto! Gue kira lu baik, ternyata ga punya hati, dingin banget!.” Kesal Ara pada Arka. Ara yang sudah kesel sama si Arka memutuskan untuk pergi.
Keesokan harinya, Ara ingin pergi ke swalayan untuk membeli beberapa camilan. Rencananya hari ini Ia tidak ingin hunting foto atau apapun itu, Ia tidak ingin melihat titik fokus yang semu lagi. Namun,pada saat perjalanan dari swalayan menuju rumah, Ara melihat seekor kucing yang lucu, Ia sangat gatal untuk tidak memotretnya. Akhirya Ara pun memotret kucing tersebut.
Saat akan mematikan kamera, Ara melihat di lensanya sosok Arka, lelaki yang kemarin sore Ia temui. Namun, pada saat Ara menjauhkan kamera dari matanya, Ia tidak menemukan sosok tersebut. Ara pun memutuskan untuk mencari Arka yang ada di dalam kameranya tersebut. Bukannya menemukan sosoknya, melainkan menemukan secarik kertas bertuliskan “Titik Fokus yang Semu membawamu pada duniaku.”