Pagi, siapa yang tak kenal ia!! setiap kita terbangun pasti mengetahuinya. Saat suara kentungan berbunyi 4 kali itu pertanda pagi akan menyeruak. Ketika suara lantunan ayat-ayat suci yang membuat geliat-geliat malam segera pergi, saat sunyi mulai menghilang seiring suara deru motor para penjaja sayur yang sudah kembali dari pasar induk dan mulai merapikan sayur, cabai, bawang, ayam, ikan serta daging dan menyusunnya di gerobak yang sangat dikenali oleh para ibu-ibu pemburu 4 sehat 5 sempurna untuk keluarga mereka. Pagi, saat udara segar dan teduh menjamah seluruh bangunan dan juga raga yang siap untuk menghadapi kehidupan yang sangat panjang dan juga sangat berambisi. Sunyi yang menggelayut di dalam sukma perlahan rusak ketika suara gemelotak tikus malam yang mulai kembali ke sarangnya, sura derap langkah satpam komplek yang mulai membuka portal-portal lingkungan dan bau semilir asap pembakaran bekas ngeronda semalam.
Pagi, siapa yang tak ingin dia datang!! saat pekerja mulai memanaskan motornya untuk akan kembali mengumpat karena atasannya yang bertingkah arogan, ketika kernet-kernet bus kota mulai membakar sebatang rokok sambil meneriakkan jurusan-jurusan yang akan dilaluinya, saat tangan-tangan dekil mulai menengadah di bawah jembatan mengharap iba dari para pemakai pakaian parlente dan harum semerbak Kasturi yang menohok kerongkongan. Saat burung-burung kecil di sangkar kembali bersahut-sahutan antar sesamanya, berlomba-lomba mencari cacing untuk anak-anaknya, dan ketika suara tangisan anak-anak bayi yang terbangun karena diapers-nya sudah
penuh, atau erangan-erangan para penjaja seks ibukota yang dapat tersenyum lebar karena siang sampai sore hari ia dan anaknya dapat membeli makan.
Aku suka dengan pagi, karena pagi aku dapat menggendong anak-anak ku sebelum kerah kemeja ini lusuh karena keringat. Aku dapat mengecup lembut bibir istri ku untuk menyemangatinya melewati pekerjaan kantornya nanti. Seperti pagi itu,
“hari ini kayanya aku ada meeting dengan klien baru deh hun..” ucapnya sambil sibuk memilih warna blazer yang akan ia pakai
“nanti kamu pulang jam berapa hun?” tanya wanita idaman ku lagi
Aku yang masih asyik masyuk berbaring di atas kasur menjawabnya dengan bermalas-malasan,
“paling jam 1/2 6 aku udah pulang sayang....” ucap ku sambil terus berguling-
guling
“ya udah, nanti aku sama anak-anak mau ke mamah ya hun....” katanya lagi
“siaaap darling....”
Kami baru menikah 2,5 tahun dan kami sudah dikaruniai seorang bayi perempuan dan laki-laki berusia 8 bulan yang sangat cantik dan montok, ya anak kami kembar bayangkan saja beratnya saat lahir mencapai 3900 gram, makanya di menit-menit terakhir istri ku harus menjalani SC (seksio caesarean) karena ia sudah hampir kehabisan nafas untuk sampai ke
pembukaan ke 8, ingat betul aku saat ikut menemaninya menerima induksi di pembukaan ke 6, astaga teriakannya semakin lantang dan kencang, genggaman dan tarikan tangannya sangat membekas di lengan dan juga badan ku, hari itu tepat hari Kamis pagi.
Kaia Arundhati dan Ajisaka Adya, kami memberi nama tersebut, kata orang nama anak adalah do’a kedua orangtuanya, namun nama anak kami adalah nama dari kami berdua, bukan karena kami malas mencari nama atau tidak kreatif, tapi kami ingin nanti masih akan ada Kaia Arundhati dan juga Ajisaka Adya yang saling sayang dan melindungi hingga selamanya, bersyukur kami langsung diberikan kepercayaan untuk menjaga dan merawat 2 bayi montok ini. Mereka hanya selisih 3 menit, Kaia yang meronta-ronta terlebih dahulu dengan badan penuh darah dan tali pusat yang masih menempel di adiknya, Ajisaka. Aku melihat proses operasinya, dan akupun yang menggendong keduanya ketika kulit-kulit itu mulai menempel tepat dipangkuan tangan ku. Aku sudah menjadi seorang ayah, harus melindungi dan juga membuat mereka bangga menjadi diri mereka sendiri nantinya.
“aku mau pake mesis aja ya sayang....” ucap ku ketika istri ku membuat roti
bakar sarapan kesukaan ku
“tumben, biasanya selalu selai kacang....” ucapnya dari arah dapur
“hahahaha, tau tiba-tiba abis gantiin popok si adek aku jadi males ngunyah pake selai kacang...” jawab ku sambil terus asik main-main dengan si Ajisaka
“hahahahahhaaaa....kaya gak biasa aja... ya kan mbo....”
“iya bu, bapak biasanya juga biasa ngebersihin sama neng Kaia sekalian...” jawab mbo Darti asisten rumah tangga kami yang sedang menggendong-gendong Kaia
“bukan soal itunya mbo, biasanya kan 2 anak montok ini kalo dibersihin saya diem gak gerak-gerak, lah ini si jagoan ini malah grasak grusuk, alhasil nempel lah di tangan saya...” mendengar jawaban aku, mereka berdua tertawa sangat senang
“hahahahahhahahahahahahahhahahahahaha” mereka berdua pun tertawa sangat keras dan terpingkal-pingkal mendengarkan cerita ku.
Beruntung kami ditemani oleh mbo Darti, beliau berusia mendekati setengah abad, namun pembawaannya masih selalu ceria dan energik, beliau masih satu kampung dengan asisten rumah tangga di rumah ibu mertua ku. Suaminya petani yang menggarap hampir 3 hektar sawah milik kepala desa, mereka hanya dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang sudah menikah dan membantu membajak sawah bersama sang bapak. Sedangkan menantunya mbo Darti juga berperan sebagai asisten rumah tangga di dekat-dekat perumahan sini.
Sebagai pasangan urban millennial, rasanya memang kami memerlukan adanya pengasuh dari asisten rumah tangga, karena kami berdua harus bekerja, mencoba terus memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersier kami dan
juga masa depan dari anak-anak kami nantinya. Hidup sebagai perantau di kota metropolitan ini sungguh membuat kami berdua harus bisa bertahan dan mencapai segala macam mimpi yang kami inginkan.
Kaia sekarang bekerja di sebuah advertising asing dan berperan sebagai project manager, hari-harinya selalu diisi dengan ide-ide yang cemerlang untuk menggaet konsumen-konsumen dari berbagai macam perusahaan besar, dari dulu ia memang aku kenal sebagai cewek yang gak mau kotak, ia mau hidup dan berwawasan jajaran genjang, trapesium, atau mungkin malah segitiga tidak beraturan, makanya tidak salah ketika lulus SMA ia langsung memilih desain visual, kalo sekarang dikenalnya dengan DKV. Banyak hal yang ia sudah karyakan baik untuk dirinya, kantornya, bahkan desain interior tempat tinggal kami juga dia yang merancangnya. Sedangkan aku,
“heeeyyyyy, kebiasaan kalo pagi itu bengong begonya kumat.....” ucapnya
membuyarkan lamunan ku
“lu ya, entah udah berapa purnama lu itu ngerusak segala macam lamunan gue di pagi hari....” jawab ku
“lalu.....??” tanyanya lagi sambil menggendong Ajisaka yang sudah puas
bermain dengan ku
“lalu lu hempaskan gue di tengah-tengah hutan belantara tanpa sempat lu kasih petunjuk untuk bisa gue selamat.....” aku mengikutinya dari belakang
“hunnnnn.....” dia berhenti dan berbalik badan
Dengan sigap aku memberinya kecupan hangat persis di bibirnya yang tipis, “1-0....... kena duluan” aku pun kabur ke kamar mandi meninggalkan dia yang menampakkan wajah annoying ciri khasnya.
Hari ini rencana ku hanya sekadar mengecek beberapa revisi dokumen yang sudah dikerjakan oleh tim legal, dan juga tim marketing, harusnya kalau tidak ada yang aneh persoalan yang sedang kami hadapi masih bisa dikendalikan sih, tapi kalo bos besar sedang baik mood nya maka tidak akan ada briefing berkepanjangan yang sampai menyita waktu makan siang. Kalau tidak maka, aku udah bisa prediksi bagaimana hari ini akan berlalu.
“darl...... white with tosca or blue with blue army??” tanya ku
“how, blue with tosca.....” ucapnya sambil terus memberikan ASI kepada
Ajisaka
Aku bangga dengan Kaia, dia memilih untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada Kaia dan Ajisaka agar mereka terpenuhi segala macam kebutuhan gizinya di periode emasnya. Saat aku tanya gak takut nanti tubuh kamu gak sempurna lagi, dia hanya menjawab kesempurnaannya sudah tercipta dengan adanya 2 bayi yang sempurna dan juga sehat. Aku pun berperan selama masa ASI eksklusif ini, menjaga 2 anak bayi secara bersama-sama ini memang tidak mudah, aku masih ingat saat harus menggendong secara bergantian di menjelang pergantian hari, saat yang satu harus diberikan ASI, yang satu
terbangun dan menangis dengan sejadi-jadinya, dan ketika digendong oleh bukan salah satu dari kami saat minum ASI, nangisnya makin keras dan kuat. Kalau kata mamah, anak-anak ku ini bakalan cepat ngomong dan bakalan pintar ngomongnya. Ya untuk saat ini mitos-mitos yang masih masuk akal dari orangtua kami akan coba kami turuti dan ikuti.
“duuhh, ganteng bener cuami akoohh....” pujinya sambil pasang muka
lucunya
Mendapatkan pujian itu, serasa terbang, meski kami sudah berulang melemparkan pujian, namun setiap Kaia memberikan rayuan gombalnya seperti anak SMP yang baru mengenal cinta-cintaan, ada rasa geer, ada rasa tersipu malu, ada rasa deg-deg an, lucu memang, namun itulah yang kami rasakan. Aku merapihkan laptop, berkas dan perlatan tempur ku ke dalam tas pemberiannya saat aku berulangtahun 2 tahun lalu, tas ini aku suka sekali, bermodelkan tas-tas kulit jaman dulu, dengan 2 kantong di depannya, berwarna coklat muda, ada kantong di bagian kiri dan kanannya, meski sudah mulai terlihat lusuh karena warnanya mulai memudar, namun aku tetap menggunakannya, karena modelnya yang klasik.
“kamu kenapa senyum-senyum sendiri gitu??” tanya ku saat menghampirinya di meja makan
“eeehhhh.... ketahuan deh lagi senyum2, hahahaha....” jawabnya singkat
Ia terdiam sesaat, ada senyum yang ia tutup-tutupi lagi agar aku tidak sadar dengan senyumannya.
“kamu kenapa sayang?” tanyaku sambil berdiri bersiap pergi
“gak apa-apa kok, nanti rencananya setelah pulang aku sama anak-anak mau ke mamah” jelasnya
“laaahh kan tadi kamu udah kasih tau aku..... are you okay?” tanya ku penuh
kecurigaan
“oohhh udah ya, aku okey kok....” jawabnya singkat
“oohhhh, aku jalan dulu ya.....” pamit ku, sambil mengecup lembut bibir istri
ku, dan Ajisaka. Lalu menghampiri Kaia yang sedang digendong oleh mbo Darti.
Pagi, saat secangkir kopi di warung pinggir jalan lebih terasa nikmat dari pada kopi di café-café mahal, entah kenapa yang membuatnya berbeda, apakah hanya di fasilitas wifi yang membuatnya mahal, atau arsitektur ruangannya untuk bisa dijadikan ajang berfoto-foto dan di terlihat bagus untuk di unggah pada media sosial, sedangkan mengopi di warung pinggir jalan itu seperti merasakan aroma dan rasa yang benar-benar nikmat antara perpaduan pahit dan sepat dari kopi membuat geliat tubuh ini makin semangat untuk menjalani hari. Saat geliat matahari pun mulai menurunkan bapak polisi untuk mengatur lalu lintas, saat suara-suara alam harus kalah oleh kebisingan manusia yang mulai berlari dan mengejar kehidupan, atau ketika bertahun-tahun matahari
mulai mencambuk umatnya untuk bangun pagi agar rezekinya tidak dipatuk oleh ayam.
Kebiasaan ku setiap pagi adalah sarapan di rumah, ngopinya di warung kopi belakang gedung kantor, aku lebih memilih untuk diseduhkan sama mamang tukang kopinya dibandingkan dengan orang rumah yang menyeduhkan, seperti ada yang hilang kalau orang rumah yang membuatnya, sama seperti kalau kita ingin memasak mie rebus, pasti akan terasa lebih enak aroma dan rasanya di warmindo, tapi coba saat memasaknya di rumah, yakin rasanya seperti biasa saja.
“mang, hari ini gelas besar ya....” ucap ku
“siap pak bos, pisang 2 sama tahu nya tetep??”
“kalo itu tetep dong...” jawab ku
Biasanya jam segini masih ada yang berkumpul sambil melepas penat setelah berkeluh kesah selama di perjalanan ke kantor, kadang kerutan di kening mereka mengalahkan usianya yang masih tampak muda, ah perjalanan hidup memang kadang harus bisa mereka terabas tanpa mempedulikan aral dan lintang yang menghadang.
“pagi pak.....”
“eh, pagi Jon, baru sampe kamu??” tanya ku
“udah dari tadi sih pak, cuma belum turun aja ke sini..” “yang lain gak ikutan ke bawah??” tanya ku lagi
“mereka mah udah dari tadi ke bawah pak... oh ia pak untuk berkas yang.....”
Ya, warung kopi ini menjadi persinggahan ku sejenak sebelum bertemu dengan tim untuk membahas pekerjaan dan juga proyeksi-proyeksi kantor. Sudah lama kami memang kadang suka membahas sesuatu di warung kopi, seperti tidak bersekat dan berbatas ketika mengobrol di warung ini, saling memberikan ide, memberikan solusi, mencari permasalahan, hingga memaksimalkan sumber daya yang adapun kadang kami bahas di warung kopi ini. sambil ditemani pisang goreng, bakwan jagung, tempe goreng, serta tahu isi.
“saya duluan pak.....”
“oh oke, oh ia Jon, kalo Anita nyariin, bilang saya masih di bawah dulu ya...” ucap ku
“siap pak...”
***
Kadang menjadi seseorang yang dianggap lebih itu menyenangkan juga, orang-orang dapat dengan mudah berinteraksi dengan kita, tidak ada yang namanya merasa risih dan menganggap sebelah mata kepada kita, semuanya berbeda memang ketika kita dianggap lebih, itu lah yang aku rasakan saat ini.
“pagi guys........” ucap ku sesaat setelah memasuki ruangan kantor “pagi pak...... paagiiiii pak....” jawab mereka hampir bersamaan
Aku lihat jam menunjukkan 08:43, masih ada waktu 17 menit lagi, aku berjalan menuju meja dan kursi ku yang memang aku letakkan di ujung dekat jendela.
Ajisaka Adya - COO, aku mengangkat name desk yang terbuat dari akrilik tebal ini, ukiran namanya terlihat sangat halus dan rapih, perpaduan warna putih gading dan juga transparan untuk bagian dalamnya membuat name desk ini terlihat sangat elegan. Aku tidak menyangka posisi ku sekarang, belum lama aku memulai usaha jasa pengiriman ini, terbilang sangat cepat dan sukses untuk berkembang dan mempunyai 15 cabang di kota-kota besar. Memulai dari hanya mengantar dengan sepeda motor lama yang kadang untuk mengganti oli saja aku harus menunggu sampai 3 bulan, karena memang tidak ada uang untuk membelinya, pelan dan pasti jasa pengiriman aku tawarkan ke beberapa teman, mereka menolak, katanya usaha ini tidak akan bagus kalah sama Kantor Pos, aku menawarkan juga untuk bekerja sama dengan pihak ketiga namun bunganya terlalu mengikat leher hingga mau putus rasanya, hingga akhirnya salah satu langganan jasa pengiriman ku ini melihat peluang bahwa usaha yang aku jalani ini bisa dikelola dengan cara yang lebih kekinian dan mempunyai cara yang berbeda dengan usaha-usaha sejenis.
Berkat bantuan dan mentoring dari beliau lah akhirnya jasa pengiriman ku ini menjadi salah satu yang menerima penghargaan Top Brand dari majalah marketing terkemuka di Indonesia dan Asia, rasa bangga tentunya karena hasil kerja keras tim kebanggan itu akhirnya bisa didapatkan,
“pak maaf, ini file yang kemarin bapak minta...” tiba-tiba Anita membuyarkan lamunan ku yang sedang menatap ke luar melalui jendela-jendela besar ini.
“eh, iya, kamu udah filter kan sesuai yang saya minta...” tanya ku
“udah pak, udah saya bikin grafik dan compare juga dengan mitra dan pesaing kita”
“okeeyy, oh ia kamu tolong bilangin ke cleaner buat siapin rooftop ya, ada yang mau saya sampein sama tim di sana sekarang..”
“cleaner lagi brief pak tadi kayanya sama bu Angel, nanti kalo udah saya info ke mereka...”
“oh, tumben bu Angel brief mereka?” tanya ku penasaran, karena tumben sampai Angel yang langsung brief mereka,
“katanya sih mau ada penanganan SOP baru pak, makanya mau di brief awal dulu...” jawab Anita
Cuaca hari ini sangat cerah, awan-awan bergradasi biru dan putih mulai menggelayut manja di langit, pemandangan kota sungguh indah dilihat dari atas ketinggian ini, aku bisa menatap ke seluruh panorama kota ini dengan sangat bebas dan jelas.
“gue denger lu mau brief tim di rooftop, ada apaan??” Angel langsung menanyakan
“eh, udahan lu ngobrol sama cleaner, ada beberapa hal sih yang gue mau share ke tim, tiba-tiba aja tadi dapet idenya buat kita nanganin trouble di cabang ke 8...” jawab ku
“itu juga yang tadi gue brief sama cleaner di sini tentang trouble di sana, heran gue gitu aja bisa kejadian, padahal SOP kita udah berkali-kali di kaji ulang. Gak ngerti gue....” gerutu Angel
“gue malah baru tau tadi dari Anita kalo di sana bisa kecolongan kaya gitu, besok gue mau panggil si Arga buat jelasin semuanya...” jelas ku juga “berengsek emang tuh Arga, gue percayain dia buat di sana malah bikin kecolongan kaya gini...” Angel masih terus menggerutu,
Suasana tiba-tiba hening, hingga
“maaf pak/bu, rooftop nya udah siap, mau sekarang atau kapan pak?” tanya Anita
“sekarang aja Nit, kamu siapin file yang tadi ya....” pinta ku
“oke pak, mari bu Angel....”
Anita berlalu dari tempat kami berdua, aku melihat ekspresi Angel tidak begitu cerah hari ini, sepertinya dia memang sangat kesal karena kecolongan dengan hal yang sangat remeh seperti ini. Aku mengenal Angel saat kami memulai bisnis ini ke tahap yang lebih maju lagi, dia adalah anak dari salah satu pelanggan ku yang menjadi investor bagi usaha jasa pengiriman ini. Dan seperti yang sudah-sudah bahwa bumi ini terlalu kecil, ternyata Angel adalah teman sepermainan Kaia ketika SD, sunguh sempit sekali bukan bumi ini. Begitulah akhirnya kami berdua memutuskan untuk mengembangkan bisnis jasa pengiriman ini ke arah yang lebih besar lagi.
Sudah hampir 3 tahun aku mengenal Angel dan seluruh keluarganya, begitupun sebaliknya. Bisnis ini akhirnya bisa bergeliat, dari awalnya kami hanya berdua yang menjalani, aku dibagian pengantaran dan operasional, Angel yang mengurusi bagian administrasi, pemasaran dan penjualan, hingga saat ini akhirnya kami sudah mempunyai kurang lebih 200 karyawan yang sudah membantu kami dari kantor pusat di sini, belum termasuk dengan karyawan di kantor cabang.
“lu duluan ya yang nanti ngomong sama mereka...” ucap Angel saat kami berjalan ke rooftop
“jaaaaahhh, lu biar tenangin hati dulu ya biar gak marah2.... hahahhahaha”
jawab ku yang sudah mengetahui sifat Angel
“kesel gue, si Arga bisa ceroboh gitu, ini kecolongannya sepele banget....”
Angel terus menggerutu sepanjang perjalanan ke atas
Kurang lebih 2 jam kami berdua memaparkan, menganalisis hingga menyampaikan solusi-solusi dari tim untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dialami oleh Arga di cabang ke 8. Dan setelah itu kami pun kembali ke bawah untuk bekerja, inilah yang aku suka dengan tim yang sudah kami bentuk dari awal, masalah seperti ini bukan yang pertama dan bukan juga yang terakhir, tapi setiap kami menghadapi masalah para tim mau membangun sebuah chemistry untuk sama-sama mengelola bisnis secara
lebih baik lagi, mereka diberikan peran untuk dapat berkontribusi sejak mereka berkomitmen untuk bergabung bersama bisnis kami.
“oh ia pak, ini ada hampers dari klien kita, mau saya taroh mana??” tanya Anita
“dari siapa??” tanya ku
“dari Makaroni Ngehe pak.....” jawab Anita
“oh yang tadi buat cemilan saat kita brief?? Saya suka tuh sama usus gorengnya....”
“iya pak, emang enak pak, mereka udah jadi konsumen kita dari awal loh pak, dan pengirimannya juga banyak”
“oh gitu..... pesenin lagi ya buat kita taroh di pantry....” ucap ku
“siaaapp bos,,,, maaf pak, baju bapak kenapa?” Anita menunjuk sesuatu di baju ku
“kenapa baju saya.....” aku melihat ke arah cermin saat sedang menurui
tangga, aku terdiam lama
“saya duluan pak.....”
“iya..... okeeyy....” jawab ku yang masih terdiam mematung di depan cermin
***
Aku masih terus bertanya kepada lembaran-lembaran di kitab suci yang aku pegang dan terlihat mulai lusuh, dan pagi adalah jawabannya. Aku segera merapihkan alas untuk aku bermunajat kepada sang pencipta.
Seperti pagi ini,
“aku nanti mau ke ibu sama anak-anak ya sayang......” ucapnya ketika aku
yang sedang bersiap dan ngelamun di depan sebuah cermin kusam
Senyumannya kembali ia samarkan, agar aku tidak tergoda untuk memeluknya. Aku mengambil tas kulit lusuh dan memasukkan beberapa lembar koran untuk aku jadian uang.
“semoga mereka bisa minjemin kita uang ya, maafin aku ya bikin kamu sama anak-anak hidup susah kaya gini......” ucap ku dengan terbata-bata
Dan ia pun hanya tersenyum penuh dengan arti saat aku mencium Ajisaka dan Kaia yang untuk kesekian kalinya hanya mengunyah nasi sisa semalam tanpa lauk.
Pagi, saat aku merangkul mu ada semangat yang pedih untuk hidup ini.
~r4,20160926~
Rama Wibi