Foto: Dok. Makaroni Ngehe
Jakarta - Hidup sebagai karyawan swasta tidak memberikan jaminan bahwa akan meraup uang dalam jumlah banyak. Hanya seorang karyawan dengan pangkat yang tinggi yang bisa dibilang hidupnya berkecukupan.
Bosan menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta, pria ini banting setir jadi wirausaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal itu yang dilakukan oleh Ali Muharam, yang kini merupakan pendiri Makaroni Ngehe.
Ali menceritakan, bermodal Rp 20 juta dari hasil pinjaman seorang teman dirinya mencoba merintis usaha cemilan makaroni dari yang digoreng, rebus dengan variasi rasa yang beragam. Barang dagangannya tersebut diberi nama 'makaroni ngehe'.
"Makaroni ngehe berawal dari kejenuhan sebagai pekerja swasta, setelah luntang lantung melewati fase akhirnya diputuskan untuk berusaha," kata Ali saat dihubungi detikFinance, Jakarta.
Makaroni Ngehe dipilih lantaran "Ngehe" yang memiliki arti mengesalkan, seperti kehidupan owner usai memutuskan berhenti bekerja sebagai karyawan swasta.
Ali menjelaskan, dengan modal awal yang berasal dari pinjaman tersebut langsung mendirikan satu toko Makaroni Ngehe di dekat kampus Bina Nusantara (Binus), Jakarta Barat. Harga satu bungkusnya mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 24.000.
Adapun, yang dijualnya bukan hanya makaroni, adapula mie kriuk, bihun kering, otak-otak, mie lidi dengan variasi rasa, asin, pedas asin, keju, dan balado.
"Awalnya hanya saya yang menggoreng dan menyajikannya sendiri," uangkap dia.
Foto: Dok. Makaroni Ngehe |
Produk makaroni ngehe ini ditujukan kepada para anak sekolah mulai dari SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa. Penyajian juga bisa disesuaikan dengan selera para pembeli, atau tingkat kepedasannya sesuai dengan permintaan pembeli.
Setelah berhasil memikat para pelajar, mulai dari SD, SMP, SMA hingga mahasiswa, toko makaroni ngehe kini sudah sebanyak 30 toko yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Jogjakarta, dan Malang. Jumlah orang yang bekerja dengannya pun mencapai 450 lebih karyawan.
Namun, sebelum mencapai kesuksesannya ini, Ali mengaku pernah melakoni beberapa pekerjaan mulai dari yang rendah hingga biasa saja.
"Dulu saya pernah menjual sandal, menjadi OB, penjaga kantin, SPB, dan sedikit terangkat menjadi screen writer untuk salah satu sinetron," jelas dia.
Dengan berbagai pengalamannya itu, kini Ali mampu mengumpulkan omzet sekitar Rp 5 juta sampai Rp 9 juta per outlet. Jika dikalikan 30 outletnya, maka satu bulan bisa mencapai Rp 150 juta sampai Rp 270 juta per bulan.
"Modal awal Rp 20 juta, untuk omzet sekarang bisa mencapai Rp 5-9 juta, atau rata-rata Rp 150 juta sampai Rp 270 juta," jelas dia.
Foto: Dok. Makaroni Ngehe |
(ang/ang)
Sumber, finance.detik.com